0
komentar
Posted in
Label:
makalah
BUSANA PAES AGENG YOGYAKARTA
untuk memenuhi Tugas Sejarah
Kebudayaan
Pengampu:
Riyadi, S. Pd., MA.
Nama : Miftahus Sa’adah
Nim :
K4412047
Prodi : Pendidikan Sejarah
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk
dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan .
Diharapkan
makalah ini dapat menjadi salah satu sumber pembelajaran dan bahan diskusi bagi
mahasiswa serta pembaca pada umumnya. Makalah ini di susun dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang
penjabaran mengenai Busana Paes Ageng Yogyakarta. Walaupun makalah ini mungkin
kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Sejarah
Kebudayaan yaitu Riyadi, S. Pd., MA. yang memotivasi dan membimbing makalah
ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penulis mohon
untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Surakarta,
09 Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
1.3 TUJUAN PENULISAN...........................................................................
2
1.4 KAJIAN
TEORI.......................................................................................
2
1.5 METODOLOGI
PENELITIAN............................................................... 2
2.1 PAES
AGENG: RIAS PENGANTIN PAKEM KRATON YOGYAKARTA.................................................................................................3
2.2 BUSANA PENGANTIN.............................................................................4
2.3 PERUBAHAN MODERN.............................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Budaya
adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang beraneka ragam. Budaya yang
beraneka ragam itu seperti adat istiadat, bahasa, busana, tarian, makanan, dan
sebagainya. Salah satu hasil budaya jawa yaitu berkaitan dengan busananya.
Salah satunya dalam hal upacara pernikahan.
Dalam
masyarakat Jawa, perkawinan merupakan salah satu siklus penting dalam kehidupan
manusia. Manusia dianggap telah sempurna hidupnya jika telah menikah.
Diharapkan dengan menikah, maka akan terbentuk sebuah keluarga baru yang
nantinya akan mempunyai keturunan sebagai generasi penerus keluarga tersebut.
Begitu pentingnya perkawinan sehingga perlu diadakan upacara/slametan untuk menyambutnya.
Seperti dikemukakan Prof. Koentjaraningrat (http://www.ullensentalu.com/detailNews.php?id=74),
bahwa upacara perkawinan pada dasarnya merupakan suatu peralihan terpenting dalam daur hidup seseorang, yaitu
peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga. Masyarakat
jawa masih menggunakan pathokan-pathokan
tertentu dalam hal serangkaian acara,
busana serta tata riasnya.
Tata
cara pernikahan jawa menggunakan dua pathokan yaitu kraton Yogyakarta
Hardiningrat dan Surakarta Hardiningrat. Masyarakat jawa menyebutnya gagrag
Yogyakarta dan gagrag Surakarta/Solo.
Berdasarkan
uraian tersebut dalam makalah ini akan membahas tentang tat arias pengantin
gagrag Yogyakarta yaitu Paes Ageng.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah
yang dibahas penulis adalah:
1.
Apa itu Paes
Ageng?
2.
Perubahan apa
saja yang ada dalam busana pengantin Yogyakarta dulu dan sekarang?
1.3TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan penulis adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan,
selain itu juga ada beberapa tujuan diantaranya :
1.
Memaparkan
mengenai Paes Ageng secara lebih jelas.
2.
Menambah wawasan
mengenai Paes Ageng.
1.4KAJIAN TEORI
Yang dipakai penulis dalam kajian teori kali ini bersumber pada buku Tata Cara Paes lan Pranatacara Gagrag
Ngayogyakarta dari Dwi Sunar
Prasetyono.
1.5 METODE PENELITIAN
Dalam metode wawancara ini penulis mengajukan beberapa pertanyaan kepada
salah satu perias di daerah Tayu, Pati. Dalam metode wawancara ini, penulis
sebelumnya membuat pedoman wawancara.
PEDOMAN WAWANCARA
Topik : Busana
Paes Ageng Yogyakarta
Tujuan :
Memaparkan dan menambah wawasan mengenai Paes Ageng.
Nama Responden :
Waktu Pelaksanaan :
Tempat :
- Apa paes ageng menurut anda?
- Dimana paes ageng berkembang pesat seperti sekarang ini?
- Siapa yang mengijinkan paes ageng diperbolehkan digunakan oleh masyarakat luas?
- Bagaimana filosofi pada paes ageng?
- Kapan paes ageng mengalami perkembangan seperti sekarang?
- Apa perbedaan paes ageng sekarang dengan paes ageng pakem?
- Mengapa terjadi perbedaan?
HASIL WAWANCARA
Topik : Busana Paes Ageng Yogyakarta
Tujuan : Memaparkan dan menambah wawasan
mengenai Paes Ageng.
Nama Responden : Hj. Tienuk
Riefki
Waktu Pelaksanaan : Sabtu, 26
April 2014 16.00 WIB
Tempat : di
kediaman bu Tienuk, Tayu
Jawaban :
- paes ageng ya salah satu budaya dalam pernikahan jawa, menyangkut tata rias, busana dan acara dalam pernikahan itu.
- ya, di tempat asalnya. Yogyakarta.
- Dari sejarahnya itu Sultan Hamengku Buwono IX yang pertama kali mengijinkan paes ageng digunakan umum atau warga jogja setelah sebelumnya hanya diperbolehkan di lingkungan keraton.
- Banyak sekali filosofi yang terkandung dalam paes ageng, dari busana pengantinnya sendiri, misalnya dari dodotan yang mempunyai filosofi agar hidup rumah tangganya dapat bahagia dan banyak rejeki seperti layaknya seorang raja. Dari segi riasan, bagi pengantin putri misalnya alis tanduk rusa agar nantinya dalam berumah tangga sang istri menjadi tangguh dan kuat layaknya rusa dan masih banyak lagi.
- Paes mengalami banyak perkembangan sampai sekarang, pastinya kapan saya juga tidak tahu tetapi perkembangan ini masih berkiblat pada paes ageng pakemnya yaitu paes ageng Yogyakarta.
- Perbedaan paes ageng sekarang dengan paes ageng pakemnya itu tergantung dari sang periasnya. Tapi yang seringkali diubah yaitu busana, sanggul, dan perhiasan mungkin agar terlihat lebih simple.
- Perbedaan itu terjadi karena perubahan zaman dan perkembangan pasar, selain itu juga minat dari konsumen yang menginginkan konsep paes ageng yang berbeda.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PAES AGENG: RIAS PENGANTIN PAKEM KRATON YOGYAKARTA
Busana dan Tata Rias Paes Ageng Yogyakarta dikenal sangat indah dan
memiliki banyak makna baik pada setiap detail wajah, busana, dan aksesorisnya.
Tata rias Paes Ageng sendiri berasal dari sejarah pernikahan di Keraton
yang lalu, saat ini banyak digunakan juga untuk pernikahan masyarakat umum.
Dahulu kala, Paes Ageng hanya boleh digunakan oleh kerabat Keraton saja.
Semenjak era Sultan Hamengku Buwono IX, Paes Ageng mulai diijinkan untuk
dikenakan di luar Kraton. Tata rias Paes Ageng lalu berkembang, dan menjadi
trend di kalangan masyarakat umum.
Paes Ageng digunakan mulai pada saat acara Panggih pada pernikahan Keraton
Yogyakarta. Detail dandanannya terkenal sangat indah, detail, dan dikenal
rumit. Di samping itu, terdapat pula makna-makna baik di balik setiap
detailnya.
2.2 BUSANA PENGANTIN
·
Busana Pengantin Wanita
http://museumku.wordpress.com
- Cunduk Mentul
Cunduk Mentul adalah 5 buah hiasan yang berbentuk tangkai bunga yang
dipasang di atas kepala pengantin wanita. Cunduk Mentul yang berada tengah
biasanya lebih tinggi dari yang lain. Cunduk Mentul merupakan simbol empat arah
mata angin dan satu tujuan, yakni Tuhan YME.
- Sanggul Bokor
Sanggul Bokor adalah bentuk rambut yang digelung di belakang dan berbentuk
bokor serta dihiasi rajutan bunga melati. Bagian bawah kanan sanggul dipasang
roncean melati yang berbentuk belalai gajah.
- Cengkorongan
Cengkorongan adalah pembuatan pola dibagian dahi dipinggiran rambut.
Cengkorongan ini berbentuk bunga teratai yang bermakana kesucian dan menandakan
kalau pengantin perempuan masih suci. Pada sisi Cengkorongan akan dibubuhkan
bubuk emas (prada) di sisinya.
Cengkorongan terdiri atas pangunggul, pangapit, dan panitis. Pangunggul
terletak paling besar ditengah dan memiliki makna “orang yang paling unggul”.
Pengapit terletak di kanan kiri pangunggul dan merupakan simbol pengawal dari
pangunggul. Kemudian panitis terletak di bagian dahi paling pinggir, maknanya
adalah bahwa orang harus teliti, tidak menelan mentah-mentah begitu saja
sesuatu hal, dan harus bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk.
Untuk membentuk cengkorongan, rambut halus di dahi mempelai wanita harus
dikerik terlebih dahulu. Upacara mengerik ini dinamakan halup-halupan dan
dilakukan setelah upacara siraman. Halup-halupan memiliki makna harapan agar
hal atau sifat-sifat buruk pada mempelai wanita hilang.
- Citak
Citak adalah sebuah riasan berbentuk layang-layang kecil yang terletak di
antara alis dan terbuat dari daun sirih. Citak digunakan untuk menolak bala.
- Alis Tanduk Rusa dan Jahitan Mata
Alis mempelai wanita akan dibentuk dengan ujung bercabang dua seperti
layaknya tanduk rusa. Rusa diibaratkan sebagai hewan yang perkasa, sehingga
diharapkan pengantin pun akan tangguh dan perkasa.
Sedangkan Jahitan Mata adalah dibentuknya dua garis hitam yang digambar
dari ujung mata menuju dan menyatu berujung di kepala. Ujungnya ada di kepala
karena merupakan simbol bahwa pusat pemikiran menjadi satu ke arah kepala. Hal
ini bermakna bahwa diharapkan pemikiran dari kedua mempelai dapat menjadi satu.
- Kalung Tiga Susun
Kalung tiga susun melambangkan tiga tahapan kehidupan manusia, yaitu:
lahir, menikah, dan meninggal
- Gelang Naga
Gelang naga dipakai di lengan pengantin. Kepala naga menghadap ke belakang
dan memiliki makna untuk menolak bala.
- Dodotan
Dodotan adalah pakaian yang dikenakan pengantin. Terdiri dari kain cinde
dan dodotan itu sendiri. Kain dodot memiliki ukuran 4-5 meter. Biasanya, kain
dodot ini menggunakan motif semen raja yang memiliki makna agar pengantin
mempunyai hidup seperti raja. Motif cinde sendiri melambangkan penghormatan
kepada Dewi Sri (dewi padi) yang melambangkan kemakmuran.
·
Busana Pengantin Pria
a. Kuluk
Kuluk adalah penutup kepala (berbentuk semacam peci tinggi). Jika mempelai
pria berasal dari keluarga Kraton maka Kuluk yang digunakan adalah Kuluk warna
biru, namun jika mempelai pria adalah menantu Kraton maka yang digunakan warna
putih. Di belakang Kuluk dipasang hiasan berbentuk rambut panjang. Hal ini
menggambarkan pangeran-pangeran zaman dahulu yang selalu berambut panjang.
b. Sumping
Sumping adalah hiasan di telinga mempelai pria. Sumping diletakkan di atas
daun telinga dan berbentuk segitiga. Sumping merupakan pengharapan agar
pendengaran pengantin laki-laki tajam dan peka terhadap kondisi di sekitarnya.
c. Kalung 3 Susun
Kalung tiga susun melambangkan tiga tahapan kehidupan manusia, yaitu:
lahir, menikah, dan meninggal.
d. Keris
Tidak ada riasan khusus untuk pengantin laki-laki. Kain yang digunakan pun
sama dengan pengantin perempuan. Hanya saja kain cinde dan dodotan dikenakan
pada pusar ke bawah.
2.3 PERUBAHAN MODERN
Perubahan busana pengantin Yogja menggunakan kemben dan bawahan kain katun
motif batik atau dodotan. "Khasnya seharusnya kain batik". Si
mempelai wanita menggunakan dodotan dengan atasan rompi hitam. Si pengantin
pria juga menggunakan dodotan dengan atasan rompi kecil bewarna hitam juga.
Untuk kemben batiknya lebih beragam, tapi kebanyakan orang memilih warna
hijau. Motif pada kemben tersebut terdiri dari 2 jenis yaitu prada dan benang
emas. Prada emas tergolong lebih mahal ketimbang benang emas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai warga negara yang baik, kita bersama-sama
mempelajari budaya-budaya bangsa Indonesia dengan memanfaatkan sosial budaya,
sejarah, sumber daya alam, dsb. Salah satunya tat rias pengantin Paes Ageng
Keraton Yogyakarta. Sehingga kita dapat bersama-sama memandang diri serta
lingkungan yang ada, dan unsur yang telah ada. Yang juga akan menghasilkan
manfaat di berbagai bidang kehidupan.
3.2 Saran
Untuk para pembaca semoga dengan ini kita bisa bersama mengetahui salah
satu budaya bangsa Indonesia. Untuk masyarakat Indonesia semoga lebih baik lagi
dalam mengolah dan mempelajari budaya nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.ullensentalu.com/detailNews.php?id=74 diunduh pada
Selasa, 8 April 2014 pukul 11.56 WIB
2. Prasetyono, Dwi Sunar. 2003. Tata Cara Paes lan
Pranatacara Gagrag Ngayogyakarta. Yogyakarta: Absolut.
3. http://museumku.wordpress.com/2011/03/07/museum-ullen-sentalu-penerapan-museologi-baru/ diunduh pada Selasa, 8 April 2014 pukul 11.56 WIB
4. https://www.google.com/search?q=makalah+paes+ageng+Yogyakarta&client=firefox-beta&hs=3sR&rls=org.mozilla:en-US:official&channel=sb&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=MmNTU_6ZEYaj8AWZlYGIAQ&ved=0CAgQ_AUoAQ#channel=sb&q=busana+pria+paes+ageng+Yogyakarta&rls=org.mozilla:en-US:official&tbm=isch&imgdii=_ diunduh pada hari Ahad, 20 April 2014 pukul 13.08 WIB
LAMPIRAN
Saat upacara Panggih
|
|
Busana Pria
|
Busana Wanita
|
pembuatan cengkorongan
|
tahapan cengkorongan
|
pembuatan alis tanduk rusa
|
Pembuatan sanggul bokor
|
Proses wawancara
|
|