BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada beberapa kerajaan pertama di Asia Tenggara
yang masih begitu awam di telinga beberapa orang, diantaranya adalah Kerajaan
Funan, Chenla dan Angkor.
Funan
merupakan sebuah Kerajaan Hindu purba pertama di Asia Tenggara yang muncul pada
abad pertama masehi. Kerajaan ini digabungkan dengan kerajaan Chenla. Pada abad
ke-6, kerajaan Funan telah menghantar upeti ke China. "Funan" dalam
transkripsi Cina adalah perkataan "pnom" berarti "gunung".
(Sumber : wikipedia.com).
Menjelang akhir abad ke-8 M, Chenla
runtuh. Bukti pertama dari hal itu adalah matinya kesenian. Akan tetapi walau
telah berumur enam abad, kebudayaan Khmer yang dipengaruhi India tidak
mengalami jalan buntu. Krisis yang terjadi terutama menyangkut bidang formal
dan politik. Struktur pemerintahan yang mendapat pengaruh dari India tak dapat
bertahan saat kerajaan Chen-la bertambah luas dan mengalami kesulitan dalam
bidang administrasi. Terputusnya hubungan dagang dengan India juga membuat Chen-la
kehilangan sumber utama kemakmuran yang dulu dimiliki Fu-nan. Kelahiran Angkor
adalah hasil suatu reorganisasi sempurna seluruh masyarakat Khmer dan
teknik-teknik pertanian, sebuah revolusi yang tidak diperkirakan orang, yang
hanya memperhatikan pembaharuan kesenian dan agama. (Sumber : www.zzzzzzzzz
kerajaan angkor.co.id). Sehingga dapat dipastikan antara ketiga kerajaan
tersebut terdapat benang merah dalam sejarah berdiri maupun runtuhnya.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan
dibahas diantaranya meliputi:
1.
Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan
Funan,Chenla dan Angkor?
2.
Bagaimana perkembangan kerajaan
Funan,Chenla dan Angkor pada masa keemasannya?
3.
Bagaimana hubungan antara kerajaan Funan,Chenla dan Angkor?
4.
Bagaimana kerajaan Funan,Chenla dan
Angkor dapat dijatuhkan?
C. Tujuan Penulis
Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah :
1. Memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara 1;
2. Dapat
memahami sejarah berdirinya kerajaan Funan, Chenla dan Angkor;
3. Dapat
memahami perkembangan kerajaan Funan, Chenla dan Angkor pada masa keemasannya;
4. Dapat
memahami hubungan antara kerajaan Funan,
Chenla dan Angkor yang terkait;
5.
Dapat memahami penyebab kemunduran atau
kejatuhan kerajaan Funan, Chenla dan Angkor .
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan Funan,Cenla dan Angkor
A. Kerajaan Funan
1.
Sejarah
Kerajaan Funan
Kerajaan Funan merupakan
kerajaan dengan peradaban maju pada masanya, karena terdapat dalam beberapa
sejarah Cina. Kerajaan Melayu Funan bukanlah kerajaan orang gua, tetapi
kerajaan hebat yang menjalankan perdagangan dengan pesat sampai ke kota Roma
dan Yunani. Berdasarkan artefak-artefak Eropa Kuno yang dijumpai di Vietnam. Sejarah
Cina menyebutkan kerajaan ini sebagai Funan atau B'iu-nam dan kewujudan telah
disadari sejak awal abad pertama Masehi. Nama ini juga muncul dalam sejarah Cina
sekitar 221-280 Masehi dan hilang pada abab ke-7 Masehi. Briggs mengatakan
(L.P.Briggs;1999:12) ada kemungkinan Funan hilang dari sejarah sekitar tahun
627 Masehi atau tidak lama selepas itu. Kewujudan kerajaan purba ini cuma
dikesan melalui sumber-sumber Cina dan sejumlah prasasti-prasasti yang
ditinggalkan. Di samping menggunakan nama-nama Sanskrit, raja-raja negeri ini
juga menggelarkan diri mereka sebagai Sailenraja atau 'Raja Gunung'. Dalam
bahasa setempat ia mendapat gelar 'kurung bnam' yang juga bermaksud 'raja
gunung'. Bangsa Funan dikenal dari rumpun Melayu (D.G.E Hall;1979:34)
Pusat
pemerintahannya terletak di bagian hilir Sungai Mekong, namun kawasan
pemerintahan meliputi selatan Vietnam, lembah tengah Mekong, lembah Chao Phraya
dan Semenanjung Tanah Melayu. Walaupun kota dan pelabuhan utamanya, Oc-Eo
terletak di pinggir Teluk Siam, akan tetapi ibukotanya Wijayapura (Wyadhapura)
terletak lebih kurang 200 km dari laut berhimpitan dengan bukit Ba Phnom.
Berita pertama
tentang kerajaan Melayu Purba ini diperoleh dari tulisan perwakilan Cina yang
melewati negara itu sekitar pertengahan abad ke-13 Masehi. Perwakilan itu
terdiri dari K'ang T'ai dan Chu Ying. Menurut laporan K'ang T'ai, yang dikutip
oleh T'pai P'ing Yu Lan (ditulis antara 977-983 Masehi), raja pertama Funan
adalah Houen-Chen (Hun-T'ien) atau nama Sanskritnya Kaundinya. Dikatakan beliau
datang dari India atau dari Tanah Melayu atau dari Kepulauan Indonesia pada
saat itu. Legenda setempat mengatakan bahwa Kaundinya menikah dengan seorang wanita
bernama Daun Teratai (dalam sejarah Cina disebut Liu-Yeh). Setelah itu
dikatakan Kaundinya menjadi raja.
Dalam sejarah
Dinasti Chin ada yang menyebut tentang kerajaan Funan, yaitu:Lebar wilayahnya
3000 li, terdapat kota-kota bertembok, istana dan rumah didalamnya. Lelakinya
bodoh dan hitam, rambut mereka keriting. Mereka mundar-mandir tanpa pakaian dan
berkaki ayam. Mereka hidup secara mudah dan tidak mencuri. Mereka menjalankan
pertanian. Disamping itu mereka gemar mengukir perhiasan dan memahat. Banyak
pinggan-mangkuk yang mereka gunakan untuk makan diperbuat dari perak. Cukai
dibayar dengan emas, perak, mutiara dan minyak wangi. Mereka mempunyai buku, arkib
dan sebagainya. Tulisan mereka menyerupai tulisan Hou. Perkawinan dan upacara pengebumian
mereka pada keseluruhannya sama dengan yang terdapat di Lin-yi. (B.R
Chatterji;1964;18)
Namun dalam
versi lain yang tertulis dalam inskipsi Champa ada yang mencatatkan, seorang
Brahmana bernama Kaundinya telah menikah dengan seorang puteri bernama Soma, anak
raja naga. Dari keturunan merekalah Funan dapat menaklukkan dan dapat memerintah.
Sebelum kedatangan pengaruh India, kedudukan wanita dalam masyarakat sangat
tinggi, malahan mereka menerima pemerintahan dari seorang wanita yang ditunjuk
dari budaya Melayu yang paling toleran dan amat demokrasi dibandingkan
dengan budaya-budaya lain. Satu contoh
lain yang terkenal adalah Ratu-ratu Pattani yang digambarkan dalam filem Queens
of Langkasuka. Di dalam legenda Funan menyebutkan bagaimana Liu-Ye seorang raja
perempuan Funan telah memimpin sekumpulan pelaut Melayu menyerang kapal-kapal
perdagangan yang melintasi laut mereka.
Kerajaan Funan
inilah yang dapat memberi kesan lebih sebagai kerajaan rumpun Melayu yang
pertama (yang wujud dalam abad ke-1M hingga pertengahan abad ke-6M) atau jika
dikembangkan lagi atas nama Kerajaan Chenla (mengingatkan pengasasnya memang
warisan Funan) sampai 800M. Pusat pemerintahan Kerajaan Funan di Wyadhapura,
bersebelahan dengan Phnom Penh, yang dihubungkan dengan terusan ke sebuah
pelabuhan bernama Oc-eo atau Oc Eo di Vietnam, Provinsi Long Xuyen. Kerajaan
Funan mempunyai wilayah sebagian besar Indo-China sekarang hingga ke
negeri-negeri di utara Semenanjung Malaysia sekarang.
Dalam abad ke-3M hingga ke-6M seluruh Thailand
Selatan dan negeri-negeri di utara Semenanjung Malaysia sekarang ini berada di
bawah Funan. Nama Kerajaan Funan ini sekaligus memberi makna “Melayu” itu sendiri.
Perkataan Funan itu berasal dari ejaan bahasa Melayu modern yang ditranskripsikan
ke bahasa Cina dengan wujud: Founan, Fou-nan atau Fou-Nan yang merujuk kepada
Phnom bahasa “Melayu”- Mon-Khmer purba dalam bahasa Melayu kini ialah “Gunung”.
Perkataan Phnom itu hidup sampai sekarang di Kamboja seperti pada nama ibu
negaranya sekarang, Phnom Penh, itu yang jika diistilahkan dalam bahasa Melayu
sekarang ialah “Gunung Banang” (“Gunung Banang” amat popular dalam puisi,
nyanyian dan lagenda Melayu sehingga menjadi judul lagu asli, mungkin sebuah
nostalgia Melayu dari Phnom Penh dan legenda Melayu mengatakan,konon dulu seorang
adik Puteri Gunung Ledang itu namanya Puteri Gunung Banang yang diam di Gunung
Banang di Johor). Ini menunjukkan bangsa yang berkerajaan di Kamboja itu adalah
bangsa Uran Phnom (Orang Gunung; perkataan uran ialah transkripsi dari perkataan
“Melayu” purba yang sudah ada di prasasti Campa abad ke-4M dalam aksara Hindia Palawa)
yang disebut dengan pelat/logat Cinanya sebagai Orang Funan. Keturunan raja
Funan ini lari dari Kamboja dan mendirikan kerajaan barunya di Jawa Barat, maka
kerajaan baru itu dinamai Sailendra (abad ke-7M hingga ke-8M) kerana ingin
mengingatkan akan asal-usulnya, “Orang Gunung” itu, kerana perkataan
Sailendra/Silindra itu pun memang bermaksud “Tuan Mulia Orang Gunung”, malah
ada istilah “Sailaraja” yang bermaksud “Raja Orang Gunung”.
Berbicara
mengenai “Bangsa Gunung” ,satu lagi bukti tentang orang Melayu yang konon
berasal dari “Orang Gunung” adalah sebuah tulisan Manansala, seorang sarjana
sejarah. Beliau mencatat satu sumber China abad ke-3M lagi yang merujuk kepada
bangsa Melayu sebagai Kunlun dalam ungkapan Kunlun-po yang berarti “kapal Orang
Gunung” (po ialah sebutan China kepada perkataan “kapal” sekarang; sedangkan
kunlun itu lafaz China dahulu (loghat/dialek lain) kepada pnom/phnom atau
“gunung” itu, selain dari Funan itu. Kapal Kunlun ini diperihalkan oleh
sejarawan China abad ke-3M yang bernama Wan Chen yang katanya sampai kira-kira 200
kaki (sekitar 60m) panjangnya dan setinggi 20 kaki (sekitar 6m), dan dapat
memuat hingga 600-700 orang dan kargo seberat 900 ton (Fakta ini memang selalu
dipetik oleh para pemuka teori “Budaya Gelombang” termasuk Geldern yang membuktikan
kemampuan penghijrahan orang dahulu mengarungi samudera sekalipun,
kesimpulannya, ialah betapa masyhurnya rumpun Melayu sejak abad ke-3M yang
sekaligus menunjukkan kehebatan ilmunya, termasuk kepemimpinan dan
kepengurusannya. Bukti Kapal masih dapat disaksikan lukisannya di dinding candi
Borobudur di Yogyakarta, Jawa Tengah, itu adalah hasil binaan artefak rumpun
Melayu zaman Sriwijaya dan Sailendra abad ke-8M. Candi Borobudur ini dianggap
satu dari tujuh keajaiban di dunia, dari segi seninya lebih hebat dari piramid
di Mesir. Catatan sejarawan China terkenal abad ke-7M bernama I-Ching (yang
berada di Palembang beberapa tahun untuk menyalin kitab-kitab yang diminatinya
dalam bahasa Melayu purba atau kuno ini), dengan jelas merujuk bahasa dan
bangsa di Palembang itu sebagai bahasa dan bangsa Kunlun juga . Pengkaji
sejarah Malaysia umumnya menggunakan istilah “Melayu purba” dan “Melayu kuno”
(dengan nama “ancient Malay”) dengan maksud yang sama, untuk rumpun Melayu dari
abad ke-2M hingga abad ke-12M (kedatangan Islam). Sebelum sumber China ini, mengatakan
tentang Manansala itu juga, dalam sebuah tulisan orang Yunani dalam abad pertama
Masehi, Periplus Maris Erythraei, yang diterjemah kedalam bahasa Inggris 1912
sebagai The Periplus of the Erythraean Sea (Pelayaran ke Lautan Hindia) yang
diterbitkan oleh Longman dan baru-baru ini diberi ulasan lagi oleh Casson
terbitan Princeton Univ. Press 1989 tentang perihal kapal-kapal dari tempat
yang dinamainya Chryse di Kepulauan Melayu dan kapal itu dinamai Kolan-diphonta
atau terjemahan harfiahnya “kapal-Kolan”, dan perkataan Kolan itu adalah versi
Yunani yang diterjemahin dalam versi China, sebagai Kunlun.
Sebuah sumber
dari China mengatakan, raja-raja Funan yang dicatat adalah Fan-shih-man
(205M-225M), Fan Shi-Shen 225M (mati dibunuh oleh sepupunya Fan Chan), Fan Chan
(225M-330M), Fan Hsun (240/245M-250/285M), Jayavarman (yaitu Jayavarman I, yg
memerintah 478M-514M), Rudravarman (yang memerintah 514-539M dan dianggap raja
Funan terbesar yang terakhir). Mengikut sumber lainnya (Hindu dan prasasti),
terdapat beberapa orang raja Funan lagi seperti Chandan yang memerintah sekitar
350M, Bhavavarman I sekitar 560M-570M dan Isanavarman (616-635M), walaupun
beberapa ahli sejarah mengatakan Bhavavarman I dan Isnavarman adalah raja
Chenla, karena dalam masa itu Chenla dan Funan dalam proses penyatuan,
penyerapan atau pendominasian seperti yang dibicarakan nanti, malah Isanavarman
dianggap menawan Funan pada 628. Pada puncaknya (kira-kira abad ke-5M),
Kerajaan Funan menguasai daerah delta Mekong (sebagian besar dari Kamboja dan
Vietnam sekarang yang masa itu dikenali sebagai Campa dan Dai Viet), sebagian
besar Thailand sekarang (masa itu terkenal dengan Siam), Myanmar Selatan
sekarang, hingga sebagian besar Semenanjung Malaysia sekarang yang pada masa
itu dikenal sebagai Langkasuka.
2.
Perkembangan
Kerajaan Funan
Kemajuan Kerajaan Funan dalam
bidang ilmu pengetahuan menyebabkan Dinasti China mengimport sarjana-sarjana
Funan seperti Nagasen (sarjana yang diutus ke China 480M), dan Madrasena
(sarjana yang diutus ke China pada 503M) untuk mengajari pegawai-pegawai dan
cendekiawan China. Lihat, dahulu bangsa Melayu seorang pakar ilmu dalam
berbagai bidang ilmu sehingga Emperor China pun terpaksa meminjam sarjana
Melayu untuk mengajari mereka. Tidak heran ketika era Sriwijaya, kelayakan
seorang pendeta Buddha di China tidak lengkap jika tidak mendapat pengiktirafan
dari universitas-universitas Sriwijaya.
Kerajaan Funan juga mempunyai
sistem percukaian sendiri (termasuk impot-ekspot), dan perniagaan yang cukup
mantap. Sebagian dari kemampuan ini dikarenakan Funan mempunyai sistem angkanya
sendiri yang mengandung angka (simbol nomor) sifat/kosong yang tertua di dunia
(berakhir pada awal abad ke-7 seperti yang disebut di atas, dan besar
kemungkinannya dalam abad ke-6 lagi) jauh lebih awal daripada sistem angka
Muslim atau Hindu yang biasanya dikatakan tertua di dunia. Kajian akan
kemasyhuran Kambujadesa dimulai abad ke-7 Masehi yang dilakukan oleh Sharan
(1974) itu sedikitnya dapat juga memberikan gambaran lebih terperinci akan
pencapaian pengurusan Funan, walaupun kajian semuanya berasaskan prasasti Kamboja
yang dalam bahasa Sanskrit saja. Kajian sepertinya untuk prasasti dalam bahasa
Non-Khmer purba itu nampaknya belum dilakukan hingga kini.
Puncak kerajaan Chenla ini di bawah
raja yang bernama Jayavarman I sekitar 750M. Tidak heran ahli-ahli sejarah
Kampuchea yang menganggap kerajaan Funan
sebagai kerajaan pra-Chenla, pra-Kambujadesa atau pra-Angkor, kerana
kemasyhuran Kampuchea bermula dari kemasyhuran Kerajaan Funan dan puncaknya
saat Kambuja yang berpusat di Angkor menjadi terkenal melalui bangunan Wat/Vat Angkor pada abad ke-12M yang terkenal
sebagai salah satu dari keajaiban dunia, walaupun secara resminya nama
Kambujadesa bermula pada pertengahan abad ke-10M, yaitu zaman Raja Khmer purba
yang bernama Rajendravarman seperti yang diterangkan sebelum ini. Namun
beberapa ahli sejarah mengatakan nama Kambujadesa atau Kambuja (dengan ejaan
Rumi Melayu-nya mulai abad ke-20M sebagai Kamboja karena masalah perubahan
ejaan dari asal ke Jawi dan ke Rumi) itu dipakai antara 9M hingga 13M. Jelaslah
Kambujadesa (atau Kamboja saja, yang mengikut ejaan Rumi Melayu-nya, Kemboja,
dan ejaan yang dipengaruhi oleh Perancis atau Inggris ialah seperti Kamboja,
Cambodia, Cambodge dan kini Kampuchea) memang sukar dipisahkan dengan Funan dan
kerajaan rumpun Melayu purba.
3.
Bukti-Bukti
Sejarah Kerajaan Funan
Jika dihitung dari prasasti yang
direkam oleh Majumdar (1953), zaman kerajaan Funan-Chenla terdapat peninggalan
kira-kira 200 buah prasasti (batu bersurat) yang 80 dari dalam bahasa Non-Khmer
purba, dikatakan terdapat hubungan dengan bahasa Melayu Purba paling tua
sekitar 531 Syaka/Saka/Shaka (=609M). Prasasti zaman Funan sebenarnya (sebelum
abad ke-6M) diceritakan oleh Muhammad Alinor (pengkaji gigih kemasyhuran Funan
di UKM) hanya sebanyak 11 buah juga dalam bahasa Sanskrit dan Non-Khmer. Di antara
prasasti Funan-Chenla itu ada simbol sifat yang paling tu (awal abad ke-7M), sekaligus
kita boleh menyimpulkan sistem angka perpuluhan yang tertua di dunia dalam
wujud prasasti zaman kemasyhuran Funan-Chenla ini kalaupun bukan zaman kerajaan
Funan sebenar-benarnya. Walau bagaimanapun,yang jelas bahasa pada prasasti
Funan ialah Sanskrit dan Non-Khmer saja,dikemukakan oleh Sharan (1974) Funan
mempunyai bahasanya sendiri (rumpun Melayu) yang menggunakan aksaranya sendiri
(dipercaya diperkenalkan dari Saka atau Syaka, seorang Brahmin India di Funan)
yang berasaskan aksara Sanskrit tersebut.
4.
Jatuhnya
Kerajaan Funan
Pengganti kerajaan Funan adalah
sebuah negeri seperti Funan juga (Chenla namanya, tetapi mungkin sekali suku
kaum yang berbeda, walaupun serumpun), bahkan raja Chenla yang merupakan
keturunan dari Raja Funan, Bhavavarman I, cucu raja Funan yang bernama Rudravarman. Sepertinya Bhavavarman I
sadar akan kemungkinan besar beliau tidak akan mungkin menjadi raja Funan, maka
iapun menikah dengan seorang putri raja Chenla (negeri di daerah Laos sekarang
tetapi dahulu adalah kerajaan di bawah naungan Funan) yang nantinya akan
menjadi raja karena ketiadaan putra raja, saat ia menjadi raja Chenla, ia mampu
mengalahkan Funan. Dengan kemenangan itu, Bhavavarman I (walau berasal dari
keluarga raja Funan tetapi dipengaruhi oleh permaisurinya) mula mengikis
kebudayaan Funan dengan men-Chenla-kan (meng-Kambuja-kan).
Kerajaan Funan pada zaman raja
Funan-Chenla bernama Isnavarman dikatakan berjaya sepenuhnya dalam penyatuan
Funan dengan Chenla dengan menumbuhkan seorang ibukota kerajaan yang baru
bernama Sambor sekitar 40km dari Angkor. Tidak heran penaklukan Funan oleh cucu
raja Funan itu sering dianggap sebagai kejatuhan Funan dan bermulanya sebuah
kerajaan baru, yaitu kerajaan Chenla, yang merupakan tunas pembentukan kerajaan
Khmer purba yang dikenali sebagai Kambujadesa dan kemudian dikenal oleh ahli
sejarah barat sebagai Empayar Angkor.
B. Kerajaan Chenla
1. Sejarah Kerajaan Chenla
Awal berdirinya kerajaan Chenla
sudah dijelaskan seperti di atas, melalui kerajaan Funan yang dijatuhkan oleh
sebuah negeri seperti Funan yang dikenal oleh Khmer sebagai Kambuja atau Chenla
melalui catatan China pada pertengahan abad ke-6M. Kerajaan baru ini mulai
dikenal pada 613M kala ibukota kerajaannya
dipindah ke Isanapura di Sambor Prei Kuk di daerah yang kini dinamai Kampong
Thom di Kampuchea. Namun kerajaan baru ini tidak dapat bertahan di pesisiran
pantai karena serangan orang-orang dari Malaysia dan Indonesia yang mereka
kenal sebagai Jva sahaja (sama seperti Arab menyebut orang Jawa atau Jawi
hingga sekarang) yang tentunya dari kerajaan Sailendra/Saliendra berpusat di
Jawa yang berkuasa besar pada waktu itu. Sebenarnya kerajaan Sailendra ini
diasaskan oleh raja Funan yang lari ke Jawa saat dikalahkan oleh raja Chenla. Karena
itu kerajaan Chenla/Kambuja pengganti Funan itu mundur kebagian pedalaman
Kampuchea dan membangun kekuatan disana yang dimulai dari seorang raja yang
bernama Jayavarman II (merupakan keturunan dari raja Kambuja atau Chenla yang
menjatuhkan Funan dulu, malah Jayavarman I adalah raja Funan 478-514) yang
berjaya dengan memperkuat tahta kerajaannya dengan menganggap dirinya sebagai
deva-raja pada 802 dan memerintah sampai 834. Jayavarman memang bermakna
“pelindung yang berjaya”. Ada ahli sejarah yang menganggap dia adalah raja
paling terkenal Khmer purba yang pertama juga sering di rujuk sebagai raja
terkenal Angkor yang pertama, atau pelandas/pembangun Angkor.
Kebesaran kerajaan Chenla mulai
dilakukan dimasa pemerintahan Isanavarman, putra dari Mahendrawarman yang
kemudian mulai mempersatukan atau menggabungkan Funan dan Chenla menjadi satu (
627 ). Ia dikenal pula sebagai seorang penakluk. Banyak kerajaan yang
ditaklukannya. Pusat pemerintahan terdapat di kota Isanapurat sebagai kota
bandar di lembah Sungai Mekong, hanya dengan kerajaan Champa ia memelihara
hubungan baik bahkan ia telah mengawini puteri Champa. Berdasarkan berita Cina,
Isanawarman memerintah sampai tahun 635. Adapun prasasti terakhir yang dikeluarkan
bertarich tahun 628 / 629. Pada tahun 706, kerajaan Chenla dipecah menjadi 2
bagian yakni Chenla selatan dan Chenla utara. Mengenai sejarah Chenla Utara
dapat diketahui dari berita-berita Tionghoa atau Cina. Nama yang dipakai untuk
Chenla adalah Wen-Tan. Daerahnya sampai di Junnan Penduduknya terdiri dari
bangsa Thai. Kerajaan itu juga menyelenggarakan atau menjalin hubungan
perdagangan dengan Cina. Berturut-turut dilaporkan tentang kedatangan
duta-dutanya di istana kaisar di Cina. Sumber-sumber yang menceritakan tentang
sejarah Chenla Utara sangat sedikit sekali. Sementara itu di Chenla Selatan,
sepeninggal Jayawarman I terjadi perebutan supremasi antara dinasti
Aninditapura, Nyadhapura dan Sambhupura. Permusuhan itu akhirnya dapat
diselesaikan dengan jalan perkawinan politik, hingga Chenla Selatan dapat
bersatu kenibali. Adapun yang dapat dianggap mempersatukan keutuihan Chenla Selatan
adalah Sambuwarman Pusat pemerintahan terdapat di Armker-Boraio.
Selanjutnya raja-raja yang
memerintah sampai akhir abad 10 sangat sedikit sekali yang diketahui.
Sejarahnya diketahui hanya menceritakan tentang hasil-hasil seni bangunan,
bukan kejadian yang berbau politik.
2.
Perkembangan
Kerajaan Chenla
Kebesaran kerajaan Chenla mulai
dilakukan dimasa pemerintahan Isanavarman, putera dari Mahendrawarman yang
kemudian mulai mempersatukan atau menggabungkan Funan dan Chenla menjadi satu (
627 ). Ia dikenal pula sebagai seorang penakluk. Banyak kerajaan yang
ditaklukannya. Pusat pemerintahan terdapat di kota Isanapurat sebagai kota bandar
di lembah Sungai Mekong, hanya dengan kerajaan Champa ia memelihara hubungan
baik bahkan ia telah mengawini puteri Champa. Berdasar berita Cina, Isanawarman
memerintah sampai tahun 635. Adapun prasasti terakhir yang dikeluarkan
bertarich tahun 628 / 629.
Pada tahun 706, kerajaan Chenla
dipecah menjadi 2 bagian yakni Chenla selatan dan Chenla utara. Mengenai
sejarah Chenla Utara dapat diketahui dari berita-berita Tionghoa atau Cina.
Nama yang dipakai untuk Chenla adalah Wen-Tan. Daerahnya sampai di Junnan
Penduduknya terdiri dari bangsa Thai. Kerajaan itu juga menyelenggarakan atau
menjalin hubungan perdagangan dengan Cina. Berturut-turut dilaporkan tentang
kedatangan duta-dutanya di istana kaisar di Cina. Sumber-sumber yang
menceritakan tentang sejarah Chenla Utara sangat sedikit sekali.
Sementara itu di Chenla Selatan,
sepeninggal Jayawarman I terjadi perebutan supremasi antara dinasti
Aninditapura, Nyadhapura dan Sambhupura. Permusuhan itu akhirnya dapat
diselesaikan dengan jalan perkawinan politik, hingga Chenla Selatan dapat
bersatu kenibali. Adapun yang dapat dianggap mempersatukan keutuihan Chenla
Solatan adalah Sambuwarman Pusat pemerintahan terdapat di Armker-Boraio.
Selanjutnya raja-raja yang
memerintah sampai akhir abad 10 sangat sedikit sekali yang diketahui.
Sejarahnya diketahui hanya menceritakan tentang hasil-hasil seni bangunan, bukan
kejadian yang berbau politik.
3.
Bukti-Bukti
Sejarah Kerajaan Chenla
Bukti historis bahwa sebagai
pendiri kerajaan Chenla disebut-sebut nama Bhawawarman ( 550 - 600 ) dan Mahendrawarman ( 600 - 611
) ke duanya kakak beradik dari kelompok militer. Mereka dikenal sebagai pemuja
Siwa dan Indra.
Terdapat juga beberapa prasasti
yang ditinggalkan oleh para Raja Chenla, yaitu: RajaBhavavarman II, berdasarkan
prasasti adalah tahun 657, tetapi mungkin juga ia memerintah sebelum itu. Ia
memerintah selama selama 40 tahun. Banyak meninggalkan hasil bengunan dan
prasasti, selama pemerintahannya ditandai dengan perang penaklukan. Dari sebuah
prasasti diketahui bahwa jandanya bernama jayadewi menggantikannya, tetapi pada
saat itu berkobar untuk membebaskan diri dari daerah yang dikuasainya.
Pada zaman Chenla ini dibidang
keagamaan patut dicatat bahwa agama budha tidak lagi mendapat tempat yang
istimewa seperti pada jaman Funan, kedudukannya digantikan oleh agama Hindu
terutama pemuja Siwa dalam bentuk Harihara (Siwa dan Wisnu dipersekutukan)
seperti biasa dilakukan di Pallawa pada sekitar tahun 450.
Kebanyakan prasasti ditulis dalam
bahsa sansekerta tetapi ada juga dalam bahasa Khmer. Bagaimanapun tampak bahwa
pengaruh kebudayaan asli nampak kuat, seperti misalnya adanya bukti dalam
prasasti yang menunjukan bahwa betapa pentinggnya garis keturunan matryiarchat.
4.
Jatuhnya
Kerajaan Chenla
Kerajaan Chenla mulai jatuh
diakibatkan adanya perpecahan untuk kedua kalinya yang jelas melemahkan
kekuatan Cenla. Kedaulatannya atas daerah yang sekarang bernama Thailand dan
Malaya lepas. Bahkan kelemahannya ini menimbulkan keberanian kekuatan luar untuk
menyerang Cenla. Pada akhir abad ke delapan Cenla Hilir diserang oleh perompak
dari “Jawa”, yang dimaksud mungkin serangan dari Jawa, Sumatera atau
Semenanjung Melayu. Sebuah Prasasti di Jawa menceritakan bahwa negeri itu
dikalahkan oleh Sanjaya (prasasti Canggal 732). Sementara itu seorang pengarang
Arab bernama Abu Zaid hasan (abad Ke-10) menceritakan kisah pengembaraan
seorang saudagar bernama Sulaiman yang mengembara ke daerah ini pada tahun 851,
yang mengetahui adanya serangan tentara Jawa atas Cenla pada akhir abad ke- 8.
C. Kerajaan Angkor
1.
Sejarah Kerajaan Angkor
Kelahiran Angkor adalah hasil suatu
reorganisasi sempurna dari seluruh masyarakat Khmer, sebuah revolusi yang tidak
pernah diperkirakan orang, yang rata-rata hanya memperhatikan pembaharuan kesenian
dan agama. Karena tidak ada peninggalan tertulis, maka diperkirakan Angkor
lahir dari dalam lingkungan Khmer sendiri, bukan karena chen-la diduduki secara
militer. Dari sudut sejarah, faktor berdirinya Angkor diketahui berasal dari
luar yaitu pengaruh dari Nusantara.
Selama berabad-abad, daerah yang
dikuasai hanya disekitar delta Sungai Mekong dan Kamboja Tengah, berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Jawa (sekarang Indonesia). Tapi pada tahun 802,
Pangeran Khmer Jayavarman II, yang dilahirkan dan dibesarkan di istana Kerajaan
Jawa pada masa dinasti Sailendra, menyatakan bahwa wilayah yang didiami oleh
orang Khmer, lepas dari Jawa. Dan kemudian mendirikan kerajaan baru, yaitu
Kerajaan Angkor. Pangeran Javawarman II dinobatkan sebagai Devaraja (Tuhan
raja) oleh seorang pendeta Brahmana. Di tahun-tahun berikutnya, Jayavarman
berkali-kali memindahkan ibu kotanya. Pertama-tama di Indrapura (sebelah timur
Kampong Cham), kemudian ke Wat Phou (sekarang Laos ujung selatan) dan terakhir
di Rolous (dekat Angkor).
2.
Perkembangan
Kerajaan Angkor
Perkembangan pesat terjadi kala
pemerintahan Raja Rajendravarman. Dalam bidang politik, Rajendravarman
memperluas kekeuasaannya sampai ke Champa dan pada tahun 945-956 M, pasukannya
mengobrak-abrik Po Nagar di Nha-trang. Putranya Jayavarman V menggantikannya
pada tahun 968 M dan memerintah sampai 1001 M. Ia melanjutkan politik ayahnya
terutama memperkokoh kekuasaan Khmer atas wilayah Champa.
Sejarah Khmer pada abad ke X lebih
banyak memuat catatan tentang perkembangan seni bangun dibandingkan dengan
peristiwa politik. Keterangan yang biasa diperoleh dari berita Cina pda waktu
itu di Cina kadang sedang terjadi jaman kekacauan (akhir jaman Tang, dan jaman
Lima Dinasti). Sumber sejarah adalah prasasti saja, sedangkan prasasti hanya
berisi tentang hal Dewaraja dan istana saja. Peranan raja sebagai titisan dewa
begitu mulia sehingga tidak mungkin melaksanakan tindakan pemerintahan. Dapat
diperkirakan bahwa sesungguhnya yang melaksanakan pemerintahan adalah
segolongan bangsawan kerabat dan pembesar-pembesar keagamaan.
Pada tahun 1002-1050 memrintah raja
besar, Suryawarman I. Ia manggantikan raja Udayadityawarman I (1001-10020). Bangunan
yang didirikan pada masanya adalah “Phimeanakas” (istana langit) dan Ta Keo
(candi pertama yang dibuat dari batu pasir). Menurut sebuah prasasti di lopburi
menyatakan bahwa kerajaan meliputi kerajaan Mon di Dwarawati, negeri melayu di
Tambralingga yang kemudian bernama Ligor, menurut catatan local. Ia menaklukan
lembah Mekong (sampai Ciengsen).
Suryawarman II adalah pendiri candi
yang mashur Angkor Wat. Rumah pemujaan ini jelas mazhab Wisnu, terdapat patung
Wisnu ditempat bpemujaan, pada waktu itu mazhab Wisnu nampaknya menjadi
terkemuka walaupun mazhab Syiwa masih berpengaruh.
Kebesaran Angkor dipengaruhi
oleh Kemasyhuran Funan dengan
kemasyhuran Angkor memang akrab sehingga seni bangunan Angkor dengan Funan
memang sukar dibedakan seperti yang dipaparkan dalam buku Briggs (1951/1999).
3.
Bukti-Bukti
Sejarah Kerajaan Angkor
Salah satu bukti nyatanya adalah pembangunan
Angkor Wat, kemudian buku Catatan Zhou Daguan setebal 40 halaman ia mencatat
secara rinci adat istiadat Kamboja berdasarkan pengamatannya atas masyarakat
Khmer. Catatannya antara lain terkait keagamaan, sistem peradilan, kerajaan,
pertanian, perbudakan, aneka burung, sayur-sayuran, kebiasaan mandi, busana,
peralatan, peternakan dan pemanfaatan hewan, serta perdagangan. Dalam satu
catatannya ia menggambarkan prosesi kerajaan berupa iring-iringan prajurit,
berbagai abdi perempuan dan selir, para menteri dan pangeran, serta diakhiri
"Sang Maharaja berdiri di atas gajah dengan menggenggam pedang suci di
tangannya." Bersama dengan berbagai prasasti Angkor, candi, monumen, serta
bas-relief di Bayon, catatan Zhou adalah salah satu sumber informasi penting
mengenai kehidupan sehari-hari di Angkor. Dipenuhi dengan anekdot yang nyata
serta pengamatan mendalam atas peradaban yang dianggap Zhou sebagai peradaban
yang berwarna dan eksotik, serta merupakan memoir perjalanan yang menarik.
4.
Jatuhnya
Kerajaan Angkor
Setelah Jayavarman VII, di Angkor
tidak ada lagi raja yang patut dicatat. Ibu kota masih ada dan penampilannya
tidak berubah. Teks-teks Cina, Tcheu Takuan, pengembara terkenal yang
mengunjungi Kamboja pada tahun 1295 M masih menggambarkan sebagai kota terkaya,
rajanya yang paling berkuasa di laut-laut selatan. Sampai tahun 1430, raja-raja
Khmer tetap memerintah di Angkor.
Penyebab lainnya dalam bidang
ekonomi kerajaan ini berada dalam keadaan bahaya. System hidrolis yang dimiliki
Angkor perlu pemeliharaan dan perkembangan agar tidak dipenuhi lumpur dan
macet. Dengan melemahnya kekuasaan raja maka semakin menuju kebangkrutan
ekonomi karena hanya raja yang mampu mengelolo jaringan raksasa ini. Tak ayal
lagi pertanian di Angkor semakin menurun dan berakibat pada menurunnya jumlah
penduduk. Selain itu wabah penyakit malaria ikut memperparah kejatuhan Angkor.
Kehilangan Angkor dipercepat oleh
serbuan Thai yang bertubui-tubi dan merusak. Setelah kota-kota di Angkor dapat
direbut oleh musuh-musuh mereka lalu di rampas kekayaannya dan dibakar. Maka
orang Kamboja meninggalkan Angkor.
Lampiran
Salah satu contoh gambaran kerajaan Funan,Chenla dan
Angkor yang diambil dari www. google.com:
1.Gerbang Angkor Thom 2.Reruntuhan Kerajaan Funan
3.Candi Angkor Wat
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Setelah melihat
deskripsi tentang Kerajaan Funan, Chenla dan Angkor dapat kita pahami bahwa
ketiganya adalah salah satu contoh Kejayaan peradaban masa lalu yang dapat
menjadi gambaran betapa berkembangnya Kebudayaan dan peradaban masyarakat pada
masa lalu dalam konteks masa Kuno, yang sudah mulai mengenal adanya sistem
pemerintahan, Kebudayaan, perdagangan dan yang lainnya. Sehingga Ketiganya
menjadi salah satu bagian dari Sejarah Asia Tenggara Kuno yang perlu dipelajari
untuk diambil pelajaran sehingga bisa diterapkan di masa sekarang. Dari
ketiganya pula kita mendapati satu hal menarik dari sana, yaitu adanya satu
benang merah diantara ketiganya yang saling mempengaruhi pada saat pendiriannya
dan keruntuhan masing-masing kerajaan. Contoh saja seperti pengaruh berdirinya
kerajaan Funan akan berdirinya kerajaan Chenla. Penyebab kejatuhan
masing-masing memang tak jauh berbeda yaitu akibat serangan kerajaan lain.
B.
Saran
Setelah memahami perkembangan
ketiga kerajaan tersebut, penulis berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan tentang kerajaan Funan, Chenla dan Angkor yang sebelumnya masih
terasa asing ditelinga kita. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Jadi penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun baik dari dosen maupun dari teman-teman semua. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
http://mistisfiles.blogspot.com/2009/08/alter-terahsia-bangsa-melayu-viii.html
diakses pada 10 September 2012
http:///wikipedia.co.id
diakses pada 04 September 2012
(Inggris)
UNESCO: International Programme for the Preservation of Angkor- diakses 08
September 2012
Wiharyanto,
A.Kardiyat, 2005. Asia Tenggara Zaman Pranasionalisme, Yogyakarta : Universitas
Sanata Dharma
Hall,
D.G.E, 1988. Sejarah Asia Tenggara, Surabaya : “Usaha Nasional”
10 April 2017 pukul 03.02
Permisi, ane jadiin referensi tugas ya