A. KEDUDUKAN
DAN FUNGSI BAHASA DAERAH
Bahasa daerah
adalah suatu bahasa
yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara
kebangsaan; apakah itu pada suatu daerah kecil, negara
bagian federal atau provinsi, atau
daerah yang lebih luas. Sedangkan defenisi Bahasa Daerah dalam hukum
Internasional yang termuat dalam rumusan Piagam
Eropa untuk Bahasa-Bahasa Regional atau Minoritas diartkan bahwa "bahasa-bahasa daerah atau
minoritas" adalah bahasa-bahasa yang secara tradisional digunakan dalam
wilayah suatu negara, oleh warga negara dari negara tersebut, yang secara
numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di negara
tersebu; dan berbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari negara
tersebut.
Bangsa
Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku atau kelompok etnis di tanah air.
Tiap kelompok etnis mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam
komunikasi antaretnis atau sesama suku. Perencanaan bahasa nasional tidak bisa
dipisahkan dari pengolahan bahasa daerah, demikian pula sebaliknya. Itulah
sebabnya di samping mengolah bahasa nasional, Politik Bahasa Nasional pun
berfungsi sebagai sumber dasar dan pengarah bagi pengolahan bahasa daerah yang
jumlahnya ratusan dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Hal itu sejalan
dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya, dikatakan: “Bahasa
daerah itu adalah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa
daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh
negara”, yang fungsinya sebagaimana disimpulkan oleh peserta Seminar Politik
Bahasa Nasional tahun 1975 di Jakarta, yakni:
“Di
dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa,
Bali, Madura, Bugis, Makassar, dan Batak berfungsi sebagai (1) lambang
kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan di
dalam keluarga dan masyarakat daerah.
“Di dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia,
bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional, (2) bahasa
pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk
memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat
pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah” (Halim (Ed.), 1976:145—46).
Dalam kedudukannya sebagai Bahasa Daerah sendiri, maka
Bahasa Daerah sendiri berfungsi sebagai:
1.
Sebagai lambang kebanggan daerah
2.
Lambang identitas daerah
3.
Alat penghubung di dalam keluarga
dan masyarakat daerah
Adapun
fungsi bahasa daerah dalam hubungannya dengan Bahasa Indonesia adalah:
1.
Bahasa Daerah sebagai pendukung
Bahasa Nasional
Bahasa
daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang keberadaannya diakui
oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2) menegaskan bahwa “Negara
menghormati dan memilihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” dan
juga sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan,
bahwa bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional merupakan sumber
pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia,
antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata.
Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa
daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling
melengkapi dalam perkembangannya.
2.
Bahasa Daerah sebagai bahasa
pengantar pada tingkat permulaan sekolah dasar
Di daerah
tertentu , bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia
pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga).
Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia , kecuali daerah-daerah yang
mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
3.
Bahasa Daerah sebagai sumber
kebahasaan untuk memperkaya Bahasa Indonesia
Seringkali istilah yang ada di dalam bahasa daerah
belum muncul di bahasa indonesia sehingga bahasa indonesia memasukkannya
istilah tersebut , contohnya “ gethuk “ { penganan dibuat dari ubi dan
sejenisnya yang direbus, kemudian dicampur gula dan kelapa (ditumbuk bersama) }
karena di bahasa indonesia istilah tersebut belum ada , maka istilah “ gethuk “
juga di resmikan di bahasa indonesia sebagai istilah dari “ penganan dibuat
dari ubi dan sejenisnya yang direbus, kemudian dicampur gula dan kelapa
(ditumbuk bersama) “.
4.
Bahasa Daerah sebagai pelengkap
bahasa Indonesia di dalam penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah
Dalam tatanan pemerintah pada tingkat daerah , bahasa
daerah menjadi penting dalam komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat
yang kebanyakan masih menggunakan bahasa ibu sehingga dari pemerintah harus
menguasai bahasa daerah tersebut yang kemudian bisa di jadikan pelengkap di
dalam penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah tersebut.
Bahasa daerah
dan Bahasa Indonesia yang digunakan secara bergantian menjadikan masyarakat
Indonesia menjadi dwibahasawan. Menurut Mackey dan Fishman (Chaer, 2004: 84)
kedwibahasaan diartikan sebagai “...penggunaan dua bahasa oleh penutur dalam
pergaulannya dengan orang lain secara bergantian”.
Bahasa daerah
sebagai pendukung bahasa nasional sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa
Indonesia II tahun 1954 di Medan, merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia.
Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa
Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara
bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.
Namun dewasa
ini, Bahasa daerah terancam punah. Prof Dr Arief Rahman dalam pidato pengukuhan
sebagai guru besar dalam bidang pendidikan bahasa di Universitas Negeri
Jakarta, Selasa (22/5) mengungkapkan bahwa “Kondisi ini menjadi keprihatinan
saya. Dalam penelitian yang saya lakukan di beberapa SMA di Jakarta, bahasa
daerah tidak lagi digunakan dalam komunikasi di rumah. Orang tua tidak
menganggap penting untuk menggunakan di rumah. Para pelajar lebih suka pakai
bahasa gaul meski bertemu teman yang berbahasa daerah semua”
Kepunahan
bahasa daerah di Indonesia dipetakan sebagai berikut : di Kalimanatan 50 bahasa
daerah terancam punah dan satu sudah punah. Dari 13 bahasa di Sumatra, dua
terancam punah dan satu sudah punah.Sulawesi yang memiliki 110 bahasa, 36
terancam punah dan satu sudah punah. Dari 80 bahasa daerah di Maluku, 22
terancam punah dan 11 sudah punah. Di daerah Timor, Flores, Bima, dan Sumba
dari 50 bahasa yang ada sebanyak delapan terancam punah. Di daerah Papua dan
Halmahera dari 271 bahasa sebanyak 56 bahasa terancam punah. Di Jawa tidak ada
bahasa daerah terancam punah.
Berdasarkan
berbagai kondisi di atas, perlu adanya suatu sistem yang mampu mensinergikan
antara bahasa daearah sebagai bahasa ibu, bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan, serta bahasa Inggris sebagai bahasa internasonal.
B. Kedudukan
dan fungsi bahasa asing
Bahasa asing
merupakan bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi
social. bahasa asing ini tidak digunakan oleh orang yang tinggal di
sebuah tempat yang tertentu: misalnya bahasa Indonesia dianggap sebagai sebuah bahasa yang asing di Australia. Bahasa asing juga merupakan sebuah bahasa yang tidak digunakan di tanah air atau negara asal seseorang,
misalnya; seorang penutur bahasa Indonesia yang tinggal di Australia boleh
mengatakan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa yang asing untuk dirinya
sendiri.
Kedudukan
bahasa asing berbeda dengan bahasa
kedua. Mustafa dalam hal ini menyatakan bahwa bahasa kedua adalah bahasa yang
dipelajari anak setelah bahasa ibunya dengan ciri bahasa tersebut digunakan
dalam lingkungan masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa
negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi sosial. Kedudukan
Bahasa Inggris di Indonesia tersebut mengakibatkan jarang digunakannya Bahasa
Inggris dalam interaksi sosial di lingkungan anak. Hal tersebut menjadi
tantangan tersendiri bagi lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang
menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris karena pemerolehan bahasa asing
bagi anak berbanding lurus dengan volume, frekuensi dan penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari. Walaupun pada sebagian besar orang tua mendukung bahkan
mengharuskan anaknya untuk mahir atau menguasai bahasa asing yang terkhusus
bahasa inggris.
Dalam
kedudukanya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa seperti bahasa Inggris,
perancis, mandarin, belanda, jerman tidak memiliki kemampuan untuk bersaing dengan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional maupun bahasa Negara atau dengan kata lain bahasa asing tidak
akan pernah menjadi bahasa nasional ataupun bahasa Negara Indonesia. Walaupun
pada kenyataanya sebagian bahasa asing tersebut diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan
tingkat tertentu.
Penggunaan bahasa Inggris di ruang umum telah
menjadi kebiasaan yang sudah tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengkibatkan
lunturnya bahasa dan budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah
menjadi bahasa primadona. Misalnya, masyarakat lebih cenderung memilih
“pull” untuk “dorong” dan “push” untuk “tarik”, serta “welcome” untuk
“selamat datang”. Sikap terhadap bahasa Indonesia yang kurang baik
terhadap kemampuan berbahasa Indonesia di berbagai kalangan, baik lapisan
bawah, menengah, dan atas; bahkan kalangan intelektual. Akan tetapi, kurangnya
kemampuan berbahasa Indonesia pada golongan atas dan kelompok intelektual
terletak pada sikap meremehkan dan kurang menghargai serta tidak mempunyai rasa
bangga terhadap bahasa Indonesia. Ini semua merupakan dampak dari multilingual yang
terjadi dimasyarakat.
Seperti
bahasa-bahasa lainnya di dunia, bahasa Arab yang merupakan salah satu bahasa
asing mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi dan juga berfungsi sebagai
sarana untuk memperkenalkan kebudayaan dan peradabannya. Adapun fungsi bahasa
asing yang lainnya ialah:
1. Alat penghubung antar bangsa
2. Alat pembantu pengembangan bahasa
Indonesia menjadi bahasa modern
3. Alat pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern untuk pembangunan nasional
Walaupun
keberadaan bahasa asing memiliki manfaat untuk bangsa kita tetapi itu tidak
dapat membuat bahasa asing menggantikan posisi bahasa indonesia sebagai bahasa
nasional bangsa Indonesia.